Sabtu, 17 Desember 2011

Riset Evaluasi dan Pemilihan Rektor UGM 2012

       Kualitas kinerja rektor UGM saat ini bila dilihat melalui kacamata para mahasiswa tampaknya masih harus ditingkatkan. Prof. Ir. Sudjarwadi, M. Eng, Phd. dalam masa jabatan 2007-2012 telah memberlakukan kebijakan-kebijakan yang beberapa di antaranya belum terlaksana dengan baik atau bahkan menimbulkan masalah baru. 
Hasil riset Evaluasi dan Pemilihan Rektor 2012 yang dilakukan oleh Kementerian Riset dan Pengembangan BEM KM UGM menunjukkan, jumlah responden yang menyatakan kinerja  rektor 2007-2011 “biasa saja” merupakan terbanyak, mencapai 45 persen, diikuti “cukup baik” sebanyak 33.9 persen dan “tidak baik” sebanyak 12.2 persen.
Walaupun demikian, publikasi diri yang dilakukan oleh Prof. Soedjarwadi di kalangan mahasiswa cukup berhasil. Terbukti dari 380 mahasiswa di 18  fakultas di UGM yang menjadi responden riset tersebut, sebanyak 90.4 persen mengetahui nama rektor saat ini. Sedangkan sisanya menjawab Prof. Koesnadi, Prof. Sofian Effendi, Prof. Ainun Na’im, dan sejumlah responden tidak tahu.
Beberapa kebijakan yang diterapkan dalam lima tahun masa kepemimpinan Prof. Ir. Sudjarwadi, M. Eng, Phd di antaranya adalah KIK (Kartu Identitas Kendaraan), relokasi PKL (Pedagang Kaki Lima), seleksi masuk SNMPTN, alokasi beasiswa, dan transparansi laporan keuangan. Kebijakan paling bermasalah menurut 58% koresponden adalah KIK yang memang menuai banyak protes dari mahasiswa. Mulai dari tulisan-tulisan kritis di berbagai media kampus hingga aksi yang dinamakan “Serangan Umum 30 Maret”. Aksi tersebut ditujukan kepada Rektorat dengan melibatkan 110 mahasiswa dari berbagai macam disiplin ilmu. Hal ini menunjukkan keseriusan mahasiswa UGM dalam mengevaluasi kebijakan rektorat.
Hingga saat ini fungsi dari KIK sendiri belum jelas. Bila dilihat dari aspek keamanan kampus, keberadaan KIK justru meningkatkan risiko curanmor. Sejak diberlakukannya KIK, kasus pencurian motor terjadi di  beberapa fakultas dan hal itu menandakan bahwa menunjukkan KIK kepada petugas saja bukanlah jaminan kepemilikan kendaraan bermotor. Pada kenyataannya, KIK dapat dengan mudah ditiru dan dicetak secara ilegal, bahkan ada yang diperjualbelikan di kalangan mahasiswa. Jika tujuan dibuatnya KIK adalah untuk mengamankan kendaraan bermotor milik mahasiswa, maka sebenarnya cukup dilakukan dengan menunjukkan STNK pada petugas portal.


Wacana Universitas Gadjah Mada menjadi kampus educopolis berdampak pada masyarakat di sekitar wilayah kampus UGM dan mahasiswa, terutama mahasiswa baru 2011. Adanya KIK dan pendirian portal di jalan keluar-masuk setiap fakultas dan kawasan UGM dimaksudkan untuk menyeleksi kendaraan yang melintasi kawasan UGM walaupun pada akhirnya memang kebanyakan dari pengguna kendaraan adalah warga UGM sendiri. Hingga tahun 2010, KIK dibuat untuk mahasiswa UGM. Sedangkan bagi masyarakat umum yang dianggap tidak berkepentingan dikenakan disinsentif dengan biaya sebesar seribu rupiah untuk motor dan 2000 rupiah untuk mobil. Hal ini tentu saja merugikan pengguna jalan yang tidak memiliki KIK, termasuk mahasiswa baru yang notabene satu-satunya civitas akademika yang tidak diperkenankan memiliki KIK sesuai dengan ketentuan yang melarang mahasiswa baru membawa kendaraan bermotor ke kampus.
Selain produksi karcis yang nantinya menjadi timbunan sampah kertas, kekurangan dari sistem ini adalah terjadinya pelemahan sistem keamanan yang disebabkan pengalihan tenaga SKK (Satuan Keamanan Kampus) unuk menjadi petugas portal. Belum lagi uang yang terkumpul dari pola disinsentif  belum jelas penggunaannya. Hal ini seharusnya menjadi salah satu bentuk tanggung jawab rektor dalam transparansi keuangan universitas.
Ketidakpuasan mahasiswa terhadap kebijakan rektorat bermuara pada pemikiran bahwa mahasiswa perlu dilibatkan pada pemilihan rektor dan berhak dalam pengawasan laporan keuangan UGM. Setengah dari jumlah koresponden menyatakan “setuju” dan 32,5 persen menyatakan “sangat setuju” terhadap hak suara mahasiswa dalam pemilihan rektor. Sedangkan hak mahasiswa dalam mengawasi laporan keuangan UGM dinyatakan setuju oleh sebagian besar koresponden dengan jumlah 89,2 persen.
Menyambut pemilihan rektor periode 2012-2017, mahasiswa memiliki pandangan tersendiri mengenai kriteria rektor ideal. Beberapa kriteria rektor yang diharapkan koresponden mahasiswa adalah “dekat dengan mahasiswa” sebanyak 41,5 persen, “konsisten terhadap prinsip kerakyatan” sebanyak 38,6 persen, “idealis” sebanyak 6,6 persen, “peningkatan alokasi beasiswa” sebanyak 3,2 persen, dan “pembangunan infrastruktur” sebanyak 2,6 persen.
Dari hasil yang diperoleh dalam riset ini diharapkan kebijakan-kebijakan yang berlaku di Universitas Gadjah Mada menjadi lebih baik sehingga dapat meningkatkan kualitas sistem pendidikan yang ada, sesuai dengan kebutuhan para civitas academica, dan mendukung tercapainya visi, misi, dan Tri Dharma perguruan tinggi. Mahasiswa sebagai komponen terbanyak di universitas mengharapkan kinerja rektorat sebagai pembuat kebijakan dan mitra kerja dalam proses pendidikan tinggi di UGM yang mengedepankan hubungan timbal balik yang baik dengan mahasiswa dan mempertahankan “kampus kerakyatan”nya.

  Ilma Fistannisa Zette
Fakultas Biologi 2011
Staf Kementerian Riset dan Pengembangan
BEM KM UGM Kontributif Membumi

2 komentar: