Jumat, 13 Januari 2012

Goresan Kecil Anak Perindu



28 Juli 2010

Dulu, aku hidup bersamanya.
Kini, aku hidup bersama kenangan-kenangan tentangnya.
Dulu, aku dapat memeluknya.
Kini, menyentuhnya pun tak sanggup.

16 tahun 6 bulan 23 hari...
Selama itu aku dapat berkeluh kesah kepadanya,
walau tak jarang kupendam sendiri masalahku,
walau tak setiap hari ku bertemu dengannya,
walau tak setiap pertanyaanku ia jawab,
walau kadang ia seperti orang lain bagiku.

Ia sosok yang hebat. Ia sosok yang kuat. Ia selalu berusaha memenuhi permintaanku. Ia tak pernah marah jika nilaiku jelek. Ia tak pernah menyuruhku belajar. Ia tak pernah menekanku. Ia ada saat ku tak dapat mengambil keputusan. Ia ada saat kucurahkan perasaanku. Ia pemberi nasihat yang sangat baik. Ia guru bahasa Inggrisku yang canggih.

Dan ia adalah ibuku.

Saat nilai-nilaiku bagus, ibu yang akan kuberitahu pertama kali. Namun, kini semuanya menjadi tak berharga ketika aku mendapatkan semua itu karena aku selalu mempersembahkan prestasiku kepadanya. Yang terasa hanyalah hampa . . dan ironis, kurasa.

Terakhir kali kuingat pelukannya dan kurasakan hingga kini adalah saat aku dikukuhkan menjadi seorang paskibraka  Kota Magelang tahun lalu. Ia memelukku. Hangat . . dan menangis . .
Terima kasih untuk paskibraka,
karena ku tak ingat lagi pernah dipeluknya.

13 Januari 2012

Entah kenapa aku begitu bersemangat untuk menuliskan ini semua. Kisahku yang mungkin dapat kau ambil hikmahnya, kawanku.
Aku sadar bahwa aku telah kehilangan. Dan aku sadar bahwa kehilangan itu sesuatu yang pahit . . dan tiba-tiba. Seperti saat kau disuguhi segelas jamu brotowali yang tak kau ketahui sebelumnya. Hooekkss! Mungkin kau akan langsung memuntahkannya begitu saja. Begitu pula yang terjadi padaku saat itu. Saat sore itu kulihat sosoknya tak lagi ceria seperti dulu. Tubuhnya kurus dimakan kanker sampai tulang-tulangnya menonjol. Pernahkah kau bayangkan itu, kawan? Pernahkah kau bayangkan, ibumu yang baik hati itu memejamkan mata, terbaring dengan status ‘koma’ dan kau tau itu bukan pertanda baik.
Secara fisik, ia telah dikalahkan oleh sel yang telah berkembang dengan baiknya, bernama kanker. Satu penyakit yang selalu jadi momok buat semua orang. Namun selama satu tahun itu ia menghadapinya dengan keberanian. Ia masih sempat mengajar walau ia tau dengan siapa ia berhadapan. Kanker nasofaring -begitu para ahli medis menyebutnya- adalah  jenis kanker yang tumbuh di rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Penyebarannya dapat berkembang ke bagian mata, telinga, kelenjar leher, dan otak. Biasanya ditandai dengan suara berdengung pada telinga dan hidung tersumbat terus-menerus disertai pilek yang tak kunjung reda. Sebenarnya, kanker ini dapat disembuhkan dengan radioterapi dan kemoterapi. Namun, ibuku bukan tipe orang yang suka bersentuhan dengan alat-alat medis. Ia menolak dengan pendiriannya yang kuat hingga ayahku memutuskan untuk membawa ibuku berobat alternatif.
Ada hal yang perlu kau ketahui, kawanku. Aku tidak mengerti apa sesungguhnya penyakit ibuku hingga beberapa bulan setelah kepergiannya. Pun hanya aku dengar dari percakapan ayahku dan seorang temannya. Selama satu tahun yang berat, hanya ayah dan ibu mengetahui berita buruk itu. Aku hanya diberitau bahwa ada semacam polip di rongga penafasan ibuku dan menyebabkan radang disebut sinusitis. Lalu keadaan memburuk saat beberapa organ tubuh lainnya mengalami gangguan. Saat kepergian ibuku aku hanya tau itu adalah komplikasi karena ginjal dan hati ibuku tidak lagi berfungsi. 
Aku meminta penjelasan kepada ayahku mengenai hal itu. Dan sekali lagi, itu karena kemauan kuat ibuku. Ia tidak ingin anak-anaknya khawatir. Ia tidak ingin keluarga besarnya repot karena sakitnya. Dan sampai sekarang aku benar-benar tak habis pikir tentang niat baik ibuku itu. Niat baik yang pada akhirnya tidak membuat keluarganya tenang, bahkan merasa sangat sedih.
Pengobatan alternatif berbagai macam rupa telah dilakukan. Doa terus-menerus dipanjatkan kepada Yang Kuasa untuk kesembuhan ibuku. Namun, saat akhirnya ia masuk ruang VIP di rumah sakit ternama di Yogyakarta, keadaannya semakin memburuk. Dan ketika detik-detik menjadi terasa begitu lambat, doa-doaku kuubah. Aku hanya berdoa agar ibuku diberikan yang terbaik. Jika Allah masih memberinya usia, maka aku pinta Dia untuk menyembuhkan Ibu. Tapi jika Allah sudah sangat merindukan ibuku untuk pulang, maka aku pinta Dia untuk menghilangkan sakit Ibu dan membawanya ke tempat yang jauh lebih indah dibanding seisi dunia.
Ibu masih koma saat aku dan adikku berada di perjalanan menuju rumah sakit. Sampai di sana, anggota keluarga yang lain mulai menangis dan saling memberi dukungan. Saat itu aku tau, mungkin inilah waktunya. Waktu di mana aku harus merelakannya. Ku dekati tubuh ibuku yang sudah dipasangi alat bantu untuk bernafas.  Aku memeluknya, namun ia tak menyambut pelukanku. Aku memanggilnya, namun ia terdiam membisu. Aku sangat sedih, namun ibu tak menghiburku seperti biasanya. Aku hanya bisa membisikkan kalimat tahlil di telinganya dan mulai menangis. Akhirnya, waktu itu pun tiba. Elektrokardiografi menunjukkan garis datar. Jantung ibuku tak lagi berdetak. Time’s up! Semua orang di ruangan itu menangis dan secara serentak mengucap, “innaa lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun...” 
Aku mengecup keningnya dan meninggalkan tubuhnya. Hanya satu orang yang ingin aku peluk saat itu. . Adikku. Saat itu ia masih duduk di kelas lima sekolah dasar. Ia seorang yang besar hatinya. Aku tau ia mampu menjalani cobaan ini. Namun bagaimanapun, ia adalah seorang anak. Dan aku bertekad untuk selalu menjaganya mulai saat itu. Perjuangan ibuku sejak aku dilahirkannya hingga akhir hayatnya menjadi tanggung jawabku agar semua usahanya tidaklah sia-sia. Bukan lagi saatnya mengeluh. Ini saatnya membayar hutang yang tak kan pernah terlunasi. Ini saatnya mewujudkan mimpi dan harapan yang ditanam dalam-dalam dari seorang ibu. Ini saatnya meneruskan perjuangannya, menjadi sosok yang selalu inspiratif untuk orang-orang yang mengenalnya. Ini saatnya melanjutkan semangatnya yang mengalir dalam darahku. :)
Kawanku, hidup itu tak pernah selalu indah. Ada masa di mana kau ada di puncak tertinggi dan merasa memiliki segalanya. Tapi ingat, selalu ada masa di mana kau diuji seberapa besar imanmu, dan itu tidaklah mudah untuk dilewati.
Namun jamu selalu memiliki khasiat tersendiri, kawan. Begitu pula dengan ujian Tuhan. Itu akan membuatmu jauh lebih kuat dibanding sebelumnya jika kau berhasil melewatinya dengan baik. Hikmah akan selalu ada di setiap sejarah manusia. Aku menemukan banyak hikmah di ceritaku ini dan ingin sekali  kubagikan kepadamu, kawanku. 
Saat kau kehilangan sesuatu yang berharga, percayalah pada waktu. Ia akan membantumu melupakan sedihnya kehilangan itu.
Saat kau merasa tidak lagi mendapat kasih sayang dari seseorang yang kau cintai, percayalah akan ada banyak orang lainnya yang memberikan kasih sayang kepadamu.
Saat kau merasa duniamu runtuh dan tak berharga, percayalah ada banyak orang yang sangat membutuhkan uluran tanganmu.
 Memaafkan yang paling berat adalah memaafkan diri sendiri. Untuk itu, maafkanlah dirimu terlebih dahulu agar langkahmu menjadi lebih ringan. 
Dan saat kau belum merasakan kehilangan itu, manfaatkanlah waktu dengan orang-orang yang kausayangi walau untuk sekadar saling bersapa :)

5 komentar:

  1. innalilahi wa inna ilaihi raji'un.. aku gak tau harus berkomentar apa.. Tapi semoga ibumu mendapt tempat yang baik di sisi-Nya.. Tetap berjuang ya.. :')

    BalasHapus
  2. pengen aja ngeshare sebuah pelajaran dr hidupku sendiri,mas..hehe, smg bisa diambil manfaatnya..mari berjuang!

    BalasHapus
  3. Speechless!
    aku gg ngerti mau nulis apa,
    1 hal yang mau aku bilang ma, aku senang bisa ketemu denganmu, :)
    aku gg bisa membayangkan kalau aku jadi kamu saat itu, aku berterima kasih untuk kisahmu ini, meski aku uda tau tapi membacanya membuatku meneteskan air mata,
    makasaih kisahnya, :)

    BalasHapus
  4. jangan menangis lagi kawan. kamu orang paling tegar yang kulihat saat itu... Allah punya rencana di balik semua yang terjadi. percayalah semua akan indah pada waktunya...terimakasih sobat salama ini kamu selalu menguatkanku... still miss u....

    BalasHapus
  5. yee si edgar,,,siapaa juga yang nangis...jangan" kamu,lagi! hehe, miss you too! when will you visit Yogya to see me?

    BalasHapus